Sabtu, 10 April 2010

Untaian Bintang Saketi

Prabu Angga Larang yang menjadi penguasa kerajaan Padjajaran merasa resah dengan penyebaran Islam yang begitu pesat diwilayahnya. Maklum saja, saat itu Padjajaran adalah kerajaan yang menganut ajaran Hindu. Semenjak pusat penyebaran Islam hadir di Tanjung Pura Karawang, banyak warga yang memeluk Islam.

Suatu hari, Prabu Angga Larang Memanggil Putera Mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa.

"Ananda putraku, aku dengar bahe]wa di wilayah Tanjung Pura berdiri sebuah pusat penyebaran agama baru. Jika kita biarkan, bisa membahayakan kerajaan kita. Aku perintahkan kamu untik segera menutup tempat tersebut," kata Prabu Angga Larang.
"Baik Paduka Raja. Hamba akan segera melaksanakan titah Paduka," jawab Raden Pamanah Rasa.

Esok harinya, sekelompok pasukan berkuda yang dipimpin oleh Raden Pamanah Rasa keluar dari istana Padjajaran. Derap langkah mereka berpacu menuju Tanjung Pura, yang terletak diwilayah bagian utara. Sementara, semangat di dalam dada Raden Pamanah Rasa begitu bergelora. Ia sangat ingin segera menumpas orang-orang yang dianggap menyebarkan ajaran sesat. Ajaran yang mengganggu ketentraman wilayahnya.

Setelah beberapa hari, pasukan raden Pamanah Rasa tiba di tempat tujuan, Tanjung Pura Karawang. Sebuah tempat yang terletak di pinggir sungai yang besar dan dekat dengan laut Jawa. "Sekarang kita istirahat dulu sambil mengamati situasi. Kita akan menyerang setelah malam..." begitu Raden Pamanah Rasa punya rencana.
"Siap Raden! Laksanakan..!" jawab para tentaranya.

Hari beranjak sore. Malam yang gelap mulai turun. Raden Pamanah Rasa masih bersembunyi di semak. Pengawasannya tak lepas dari sebuah pendopo yang dicurigai sebagai pusat penyebaran. Ia mengamati siutuasi. Tampak beberapa orang berjalan menuju sebuah pendopo. Mereka kemudian duduk dan berkumpul.

Sesaat kemudian terdengar suara melantun merdu. Iramanya mndayu, rasanya begitu menyentuh hati. Raden Pamanah Rasa yang mendengar juga terpesona. Belum pernah ia mendengar lantunan seperti ini sebelumnya, "Nyanyian apa ini?" begitu bisik dihatinya.

Lantunan merdu terus mendayu menembus malam. orang-orang yang mendengar tertunduk. Raden Pamanah Rasa penasaran. Perlahan kakinya melangkah mencari arah datangnya suara tersebut. Perlahan kakinya mengantarkannnya kepada pendopo yang dipenuhi orang-orang. Ia lupa akan tugas utamanya. Ia justru semakin penasaran. Dan ternyata, ketika tahu pemilik suara tersebut, ia semakin terpesona. Ternyata lantunan merdu itu keluar dari perempuan yang sangat cantik jelita.

Raden Pamanah Rasa lupa akan tugas utamanya yang diembankan oleh Prabu siliwangi. Justru kini, ia telah jatuh hati kepada Nyi Subang Larang, pemilik suara merdu berwajah rupawan. Ia adalah seorang gadis jelita, pitri dari kerajaan di wilayah Cirebon. Setiap hari ia melantunkan ayat-ayat Al Qur'an suci yang menyentuh hati. Karena itu, gurunya Syaikh Hasanudin dijuluki Syaikh Quro, yang berarti pembaca Al Qur'an. Karena lantunan suara merdu tersebut, masyarakat yang tinggal di sekitar Tanjung Pura masuk islam. Alasannya sangat sederhana, ketika ayat Al Qur'an dibaca, mereka merasa tenang. Hati yang mendengar merasa tenteram.

"Awalnya, kami kesini ditugasi Prabu Siliwangi untuk menutup pusat ajaran baru. Tapi setelah mendengar lantunan suara, justru kami langsung jatuh hati dan ingin mempersunting Nyai," ucap Raden Pamanah Rasa.

"Tentu saja, aku senang dilamar oleh Putera Makhota. Tapi sebelum aku terima, ada syarat yang harus dipenuhi," jawab Nyi Subang Larang.
"Syarat apa, Nyai? Coba sebutkan. Emas permata, atau kidang kancana?" Raden Pamanah Rasa penasaran.
"Bukan itu permintaanku Raden. Aku hanya meminta, Raden melamar cukup dengan untaian bintang saketi,"
"Bintang saketi ? Apa itu?"
"Bintang saketi adalah untaian batu permata yang hanya terdapat di kota Mekkah," jelas Nyi Subang Larang.
"Aku pasti menyanggupinya. Tapi beri aku waktu..."

Sejak saat itu Raden Pamanah Rasa menetap di Tanjung Pura Karawang. Dibawah Syaikh Quro. Ia belajar mendalami berbagai ajaran islam. Setelah beberapa saat, ia belajar ke Cirebon da kemudian pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Di Mekkah itulah ia menemukan untaian batu mutiara yag dianggap Bintang Saketi, permintaan Nyi Subang Larang, dambaan hatinya. Sepulang dari Mekkah, ia kemudian menikahi Nyi Subang Larang. Kabar tersebut tersiar kepada telinga Prabu Siliwangi, ayahnya sekaligus taja Padjajaran ketika itu. Tentu saja, Prabu Siliwangi tidak terima dan mengirim pasukan untuk menumpas pusat penyebaran islam. Namun, Raden Pamanah Rasa yang telah masuk islam dan menjadi suami Nyi Subang Larang, berhasil melawannya. Pasukan Padjajaran kembali pulang ke kota Galuh.

Selang beberapa saat kemudian, Raja Padjajaran meninggal. Raden Pamanah Rasa kembali mendatangi kerajaannya di daerah Galuh. Ia kemudian diangkat menjadi Prabu Siliwangi II dengan permaisuri Nyi Subang Larang. Di masa pemerintahannya, ajaran islam berkembang pesat. Sementara itu Tanjung Pura Karawang dipercaya sebagai pesantrenpertama di Jawa Barat. Kini, sebagai bukti peninggalannya, makam Syaikh Quro dapat ditemui di Kecamatan Wadas Lemah Abang Karawang, Jawa Barat. Ditempat ini setiap jum,at malam dipenuhi oleh peziarah dari berbagai daerah.

diceritakan kembali oleh : Endi R. Syarifudin



sumber : ORBIT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar