Syahdan, di Flores bagian barat hidup seorang datuk yang amat gemar berburu landak. Namanya Kraeng Toodo. Dalam berburu, setiap landak yang ditemuinya ia bunuh. Lalu dagingnya dimasak menjadi makanan yang sangat lezat. Seorang pengawal dan dua ekor anjingnya selalu menemaninya.
Suatu saat, ketika berburu, Kraeng Toodo menemukan gua dibalik kerimbunan pohon bamboo. Sang datuk yakin, didalamnya ada seekor landak yang besar.
Disuruhnya kedua anjingnya masuk untuk menghalau keluar landak yang ada di dalam gua. Ia dan pengawalnya menunggu diluar gua. Senjata siap ditangan. Begitu si landak keluar, ia akan langsung membunuhnya.
Lama keduanya menunggu, namun landak itu tak juga keluar. Begitupun dengan kedua anjing Kraeng Toodo. Kraeng Toodo cemas. Lalu diperintahkan si pengawal masuk kedalam gua. Tetapi pengawal itu tidak mau. Beberapa kali ia menyuruh, si pengawal tetap saja menolak.
“Kenapa kau tak meu kusuruh masuk ke dalam gua?” tanya Sang Datuk.
“Tuan,” berkata si pengawal. “Hamba adalah seorang pengawal. Hamba harus selalu berada dibelakang Tuan. Tak pantas hamba memasuki gua mendahului Tuan. Tuan yang harus masuk pertama, baru kemudian hamba.”
Cemas memikirkan kedua anjingnya, juga kesal yang amat sangat terhadap pengawalnya, tanpa fakir panjang lagi Kraeng Toodo memasuki gua. Beberapa sisir pisang dibawanya. Perlahan ia merangkak menelusuri gua. Ketika ia telah berada jauh didalam, si pengawal mengambil sebuah batu besar, lalu meletakkannya di pintu gua.
Kraeng Toodo terkejut. Dengan cepat ia kembali ke mulut gua. Didorongnya batu itu sekuat tenaga. Namu, tak sedikitpun batu itu bergerak. “Oh!” seru Kraeng Toodo, putus asa, “Aku terkurung!”
Sementara itu si pengawal pulang. Ia lalu mengangkat diri sebagai Datuk menggantikan Kraeng Toodo. Ia mengancam, siapa yang membantah, akan dibunuh. Pesta pun kemudian ia langsungkan. Harta kekayaan Kraeng Toodo dihamburkannya. Rumah Sang Datuk dijadikan ajang bersenang-senang. Keluarga Kraeng Toodo pun diusir dari rumah itu. Si pengawal merasa tak ada yang perlu ditakutkannya lagi. Kraeng Toodo yang dikurung merasa tak punya lagi harapan.
Dalam keputusasaan ia merangkak makin jauh kedalam gua. Akhirnya ia tiba di suatu ruangan yang luas. Dilihatnya kedua anjingnya. Dan yang sangat aneh, binatang itu bisa bicara: “Kenapa Datuk berada di sini?” tanya mereka.
Kraeng Toodo segera bercerita. Tak ada yang ditutupinya. Lalu ia bersumpah, jika ia dapat keluar dari dalam gua, taka akan lagi ia berburu dan memakan daging landak. Si landak menerima sumpahnya. Ia kemudian membuatkan jalan keluar dari gua. “Terimakasih, Sahabat,” ucapnya kepada si landak. “Kau telah menolongku. Aku tak akan melanggar sumpahku..”
Kraeng Toodo lalu pulang. Setibanya di rumah didapatinya si pengawal tengah berpesta dengan tamen-temannya. Ia sangat marah. Dibunuhnya pengkhianat itu. Kemudian, dijemputnya seluruh keluarga yang telah diusir oleh si pengawal.
Sejak itu, Kraeng Toodo tak lagi berburu landak. Ia tak mau membunuhnya, apalagi memakan dagingnya. Konon, hingga kini masyarakat Flores bagian barat menganggap tabu membunuh dan memakan daging landak. Landak dianggap sebagai binatang keramat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar